Lihatlah bagaimana
masyarakat Indonesia dengan mudahnya memilih hal-hal yang berbau barat
ketimbang menoleh ke produk buatan dalam negeri. Mereka belum tersadar bahwa
sebagian besar bahan baku produk impor ―yang mereka banggakan karena harus
membeli di luar negeri― mengambil sumber daya alam negeri sendiri. Jadi masihkah
harus berbangga dengan produk luar?
Paham
yang mengatasnamakan westernisasi dipandang lebih baik ketimbang easternisasi
berkembang pesat. Sulit mencari orang yang benar-benar mencintai budayanya
sendiri, bangga akan hasil produk lokal dan tak pernah canggung memakainya di
segala event. Kalaupun itu ada, pasti
hanya segelintir orang dan mereka dapat dipastikan adalah orang yang mengerti
seni. Sebut saja mengenakan batik dalam kehidupan sehari-hari. Batik dulunya
identik dengan hal-hal formal, penggunaannyapun sangat terbatas pada event-event tertentu dan kebanyakan
pencinta batik adalah orang tua. Anak muda segan mengenakannya lantaran
dianggap “pakaian orang tua”. Mereka telah teracuni hal-hal yang mengandung
unsur westernisasi dan mulai meninggalkan pijakan mereka berdiri; kebudayaan
timur.
Bangsa
lain yang mengamati kondisi ini mengambil kesempatan untuk mengakui budaya
Indonesia adalah budaya milik mereka , warisan lelehur mereka. Di saat itulah
bangsa Indonesia menyadari bahwa milik mereka telah direbut dan mulai mengakui
kalau budaya itu milik bangsa Indonesia. Seringnya, yang teramati di lapangan
adalah kita hanya bisa berkoar tanpa mengambil tindakan. Kita kadang terlambat
mematenkan apa yang memang menjadi milik kita. Tidak usah jauh-jauh, sekedar
memakainya pun kita enggan, sekedar bangga padanya pun juga masih sangsi. Lalu
salahkah bangsa lain merebut kebudayaan itu?
Beberapa orang yang berinisiatif mempromosikan budaya Indonesia lalu bermunculan. Batik pun sekarang dikreasikan dalam berbagai rupa, warna dan corak. Canting dan malam pengrajin batik semakin giat menggoreskan pola di sehelai kain batik . Kita bisa melihat perkembangan pesat dari batik dengan ditemukannya usaha toko batik, butik batik, bahkan batik online dimana mereka bisa berbelanja batik melalui koneksi internet. Selain penjualan batik yang kian menjamur, internet pun kini telah menjadi wadah untuk mempromosikan batik secara elektronik via blog , sebut saja www.berbatik.com, e-commerce batik pertama di Indonesia mengajak blogger menunjukkan kecintaan pada batik .
Kebudayaan bagi
bangsa Indonesia merupakan sesuatu yang sakral dan fundamental mengingat
beragam rupa kebudayaan itu hadir, mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari.
Sebut saja hal pokok yang dibutuhkan setiap manusia; sandang, pangan, dan papan. Negeri beraneka
aset budaya tak ternilai ini perlahan telah sadar akan potensi hal itu.
Bangsa barat
saja mengapresiasi batik dengan bangga, lalu mengapa kita sulit bangga atas milik
kita sendiri? Mulailah cintai budaya kita bukan karena kebudayaan itu hampir
direbut bangsa lain, tapi memang karena kita mencintainya layaknya sesuatu yang
memang ada di dalam diri kita. Tentu kita tidak harus menganut konsep “cinta
tak harus memiliki” pada kebudayaan sendiri,bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar