Rabu, 07 November 2012

finally...



Kita kembali dipertemukan. Dalam sebuah dimensi yang dinamakan “waktu”. Diantara kepingan peristiwa yang tak berhenti membayangi, menguntit kemana kaki melangkah, tersenyum pada hati yang terluka, yang dipersepsikan sebagai “kenangan”. Melalui sebuah cara tak terduga, langsung dari tangan Tuhan yang disebut “takdir”. Lalu, apakah ini yang dimaksud “jodoh” olehmu tadi? Aku kembali merenungi ucapanmu. Kau melafal cinta dengan mudahnyasemudah kau menghapal nama latin tengkorakmu.Apakah ini benar “cinta” ? Atau hanya sebagai benih luka yang ingin kau taburkan lagi? Lagi-lagi aku ragu apakah benar ini dirimu?
Aku memang masih memujamupersis seperti dulu. Aku pun terus setia merindumupersis seperti dulu. Ya, semuanya persis seperti dulu,saat kita masih bersama. Semua masih sama kecuali rasa hatimu. Meski ego yang merasuk dalam dada berlonjak kegirangan mendengarnya, tapi secuil tempat sempit di relung hati meragu kata-katamu. Ya, aku tak mau lagi bercumbu dalam cinta kelabumu. Aku ingin berhenti menggilai bayangmu. Aku sudah muak merasakan bahagia semu yang kau cipta. Dan saat aku memutuskan berhenti kau malah kembali, merengek cinta itu lagi.
Hingga akhirnya kau membuatku kembali meragu membuatku merasa terluka lagi. Proses “format” hati tersendat oleh kehadiran virus cintamu. Bagian hati mana lagi yang ingin kau rampas? Lobus sinistra? Belum cukup puaskah kau memiliki lobus dextra bahkan jantungku yang selalu kau permainkan denyutnya? Atau kau memang ingin membuatku memberikan semuanya, lalu kau tinggal pergi lagi?
Aku masih ingat betapa “bahagia”nya kau saat memiliki manequin hidup seperti diriku. Yang bisa kau permainkan seenaknya, yang kau bisa datangi sesukanya lalu ditinggal seenaknya. Aku dulu memang bodoh-buta karena cinta palsumu. Sarafku selalu dikendali olehmu. Memoriku selalu memutar gambar dirimu setiap detik, hingga ku pikir tak ada hal lain di dunia ini selain dirimu. Aku memang setara dengan pasien schizoprenia,yang tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang khayalan. Aku terdiagnosis waham,yang meyakini hal yang tidak masuk akal asal itu diucap olehmu.
Lalu aku tersandungdalam sebuah kenyataan. Aku harus melupakan agar berhenti tersakiti. Mengertilah, aku begini karenamu.