Aku dan kamu.Selalu kuberusaha melupakan
setiap keping kenangan tentangmu.Tapi selalu saja,setiap ku berusaha menghapus memori
yang tersimpan,bulir air mata selalu mengiringi tanpa tersadar. Sesak
memang,tapi aku tahu aku hanya mencintaimu dalam sakitku hingga tanpa sadar
melukai diriku terlalu dalam. Apa itu bisa disebut bahwa “aku masih cinta
kamu”? Karena saat ku tahu aku harus melupakannmu dada ini terasa sesak...
Aku dan kamu. Sebuah kalimat berupa doa yang
selalu kurengekkan pada Tuhan. Mungkin Tuhan sudah bosan mendengar permintaanku
yang satu ini.Yang selalu kupanjatkan tiada henti meski ku kadang tersadar
bahwa itu hanyalah mimpi.Hingga suatu saat aku terhenti mendoakanmu.Hingga ku
sadar yang kulakukan selama ini hanyalah sia-sia.Aku paham mendung di hati
takkan pernah surut selama aku masih berkubang dalam duka tentangmu. Meski
tiada yang tahu apakah aku bisa bahagia tanpa melihat seulas senyummu.Meski tak
ada yang bisa menjamin apakah aku bisa menapaki hidup tanpa dirimu.Meski tiada
yang tahu apakah dengan melupakanmu hatiku akan berhenti tersakiti.
***
“Kamu
lagi ngapain,Na?” Renatha memasuki apartemen saat Nina sedang “bersih-bersih”.
“Hmm,aku
lagi bersih-bersih nih...mau buang semua barang pemberian Mas Radith biar aku
cepet ngelupain dia...”ujarnya tanpa memandang kearah Renatha.
Boneka,bunga-bunga,cokelat dan semua pemberian Radith memenuhi satu box yang memang khusus menyimpan semua
pemberiannya. Nina memandang sedih box itu. Semua kenangannya bersama
Radith tersimpan didalam dan saat dia membuka isinya, rasa rindu itupun
menyeruak tanpa ampun,berusaha menggoyahkan keyakinan yang dipupuk olehnya
selama ini. Dia menggelengkan kepala,berusaha mengenyahkan rasa itu.
“Bagus
dong..akhirnya kamu bisa ngelupain bajingan itu! Aku seneng dengernya...” Renatha
tersenyum dan tak lama kemudian tangannya memeluk bahu Nina erat. “ Aku seneng
kamu udah kayak dulu lagi” bisiknya pelan.
“Hmm..aku
cuma mau ngikutin nasehatmu agar aku ngelupain Mas Radith..lagian aku sadar
buat apa aku nungguin dia lagi kalo dia udah nggak ada disini lagi...” ucapnya
lirih-terkesan kecewa dan sedih- sambil menitikkan air mata.Sialan! jangan ada
lagi tangis untuknya! Buat apa menangisi laki-laki bajingan itu! Nina menghapus
air mata yang jatuh dengan punggung tangannya.
“Na,jangan
nangis lagi dong,aku nggak bisa liat kamu sedih lagi. Jangan buang air mata
kamu buat orang sejahat dia...kamu itu terlalu baik buat dia,lupain dia dan
mulailah hidup yang baru...” Pelukan Renatha semakin erat, melingkar di
tubuhnya.
Ya! Dia harus kuat!
Lupakan bajingan itu agar dia bisa merengkuh kebahagiannya sendiri tentu
tanpanya!! Aja aja fighting1
,Nina!
***
Minggu
kedua bulan Juli ini terasa menyengat. Panasnya hari tak seperti biasanya.Nina
menyadari dampak global warming
memang sudah terasa. Panas Jakarta sudah tak bisa dikompromi lagi.Namun apa
boleh buat, pekerjaanya sebagai seorang sekretaris direktur di sebuah
perusahaan konstruksi menuntutnya untuk berteman dengan panasnya udara.
Meninjau lokasi-lokasi proyek di tengah hari memang sudah biasa
dilakoninya.Namun tak seperti hari ini saat matahari memancarkan cahaya
overdosis. Peluh membanjiri keningnya dan tisu pun menjadi satu-satunya hal
yang dicari olehnya saat ini.
Sebenarnya
Dimas tak tega membiarkan gadis itu menemaninya. Lihat saja! Belum apa-apa
peluh sudah membanjiri keningnya. Senyumnya mengembang tatkala melihat kejadian
itu.Dia tampak lucu saat mengelap keringat.Dimas bisa melihat kebosanan Nina
saat menemaninya meninjau lokasi.Setidaknya ada 12 kuapan manifestasi dari rasa
kantuknya.Belum lagi panas matahari! Biarlah dia begitu untuk sementara
waktu,dan tenang saja sebentar lagi akan ku berikan kejutan buatnya! Pikir
Dimas dalam hati.Seulas senyum mampir di wajah teduhnya saat dia memikirkan surprise buat Nina malam ini....
“Setelah
ini kita akan mengunjungi panti asuhan yang bapak pilih kemarin... “ celoteh
Nina saat melihat Dimas menyudahi kunjungannya di lokasi itu. Nina melihat
guratan lelah di wajah Dimas namun hal itu tak menyurutkan sedikitpun niat
Dimas untuk terjun langsung memberi bantuan pada anak-anak panti asuhan hari
ini. Sebenarnya bisa saja ia menyuruh anak buahnya memberikan itu semua pada
panti asuhan itu.Tapi ada rasa yang berbeda saat ia bisa memberikan itu
sendiri,dengan tangannya sendiri. Dia bisa melihat senyum bahagia bocah-bocah tak
berdosa saat menerima pemberiannya.Dia bisa melihat tangan-tangan kecil itu
sibuk membuka pemberiannya dan itu takkan didapatnya jika ia tak terjun
langsung memberi bantuan.
“Oke..lokasinya
nggak jauh dari sini kan? “ Dimas memandang keluar jendela mobil.
“Iya
pak...mungkin sekitar 15 menit kita sudah sampai.... rencananya kita akan buka
puasa dan sholat maghrib disana bareng anak-anak panti. Apa bapak ada jadwal
lain sejauh ini..? “ Nina berbicara sembari membuka jadwal Dimas di agenda
kerjanya.
“Oh
nggak ada kok...bisa kan kamu temenin aku makan di luar nanti? Aku mau ke
restoran baru punya temenku,sekalian silaturahmi..kamu ada jadwal?” Dimas
bertanya balik. Dalam hati ia berharap tak ada rencana yang disusun oleh Nina agar
ia bisa mengajaknya pergi.
Nina
menggeleng.Artinya ia bisa melancarkan rencananya hari ini ,malam ini. Dia
sudah tidak sabar menunggu saatnya tiba.
***
“Ayo
..yang mau dapet hadiah baris dulu...” ucap Nina -setengah berteriak- pada
anak-anak di depannya. Ia sangat senang sekali melihat senyum anak-anak itu
mengembang saat menerima bingkisan yang sudah ia siapkan. Setiap bingkisan yang
diberikannya, akan terdengar satu ucapan terima kasih tulus dari bibir mereka.
Pandangannya meluas, melihat sekeliling.Pada saat itu juga, tatapannya bertemu
pada sosok pria tinggi yang juga sibuk membagikan bingkisan. Senyum ramahnya
selalu disunggingkan ke bocah-bocah itu dengan sesekali tawa bergulir di
wajahnya. Ada rasa hangat menjalari tubuhnya saat melihat peristiwa itu. Pria
itu begitu tulus dan baik hati. Belum lagi wajah dan postur tubuhnya yang ideal
ditambah kekayaan dan jabatan yang dimilikinya membuat pria ini begitu
sempurna.
Nina
kembali teringat saat pria itu melamarnya dua minggu yang lalu. Rasa terkejut memenuhi
pikirannya saat itu. Bagaimana tidak, dia tak menyangka pria sempurna itu
mencintainya-terlebih ia ingin memiliki dirinya. Dan hari ini, ia akan
memberikan jwaban pada pria itu,meski ia belum
yakin sepenuhnya pada keputusan besarnya itu. Tapi dia takkan mundur
lagi-setidaknya dia tak mau mengecewakan pria baik ini.
Nina
tersentak dari lamunannya saat seorang bocah menghampirinya dan
memanggil-manggil namanya “ Tante...punya aku mana? “ ucapnya lugu sambil
menarik-narik bagian bawah rok Nina.
“Ini
sayang.... “ Nina memberikan bingkisan dan tak lupa menyunggingkan senyumnya
pada bocah itu.Setelah melihat semua bingkisan sudah habis dibagikan, Nina
merapikan sisa-sisa kotak yang tersisa dan bersiap untuk sholat maghrib bersama
anak-anak panti dan Dimas.