Hujan.
Titik-titik gerimisnya memunculkan harmoni alam nan indah. Entah mengapa aku
selalu bersemangat saat hujan datang. Mungkin karena di saat hujan, aku akan
bercerita pada rinainya tentang dia. Seseorang yang tiga tahun ini aku kagumi.
Maafkan aku Tuhan, aku kadang terlalu memikirkannya hingga lalai akan
mencintai-Mu. Karenanya kadang diantara butir-butir hujan, kuselipkan doa
tentangnya. Doa yang tak pernah putus aku rengekkan pada Tuhan. Bukankah salah
satu waktu yang mujarab untuk terkabulnya doa adalah dikala hujan? Karena
diantaranya ada ribuan malaikat yang diturunkan ke bumi. Mungkin saja satu dari
ratusan doaku akan diaminkan oleh malaikat. Who
knows?
Aku
lalu membatin. Mengucapkan doa itu untuk kesekian kali. “Ya Allah, jika dia
memang jodohku, mohon segera dekatkanlah. Jika dia bukan jodohku, mohon segera
jodohkanlah kami. Amiinn…” Aku
kemudian mengakhiri doa itu seraya meletakkan kedua telapak tangan ke wajah
bulatku. Amin.
Kubuka kembali buku #UdahPutusinAja yang kupinjam
dari perpustakaan Ibnu Sina di kampusku. Buku berlatar merah jambu itu
menggelitik hatiku. Bagaimana tidak, satu dan lain hal yang ditulis Felix Siauw
dalam buku itu pernah kutemui dalam kehidupan sehari-hari. Pergi berdua bersama
sahabat pria yang notabene sudah kuanggap layaknya saudara sendiri salah
satunya. Kupikir hal itu adalah lumrah, mengingat aku tak pernah melakukan
hal-hal diluar koridor Islam. Nyatanya, berkhalwat seperti itu masih
bisa memicu adanya zinah. Masyaallah. Seringkali kulihat pasangan
kekasih bergandeng mesra, merangkul di tengah khalayak umum padahal mereka
belum mukhrim. Aku kadang mengusap dada dengan tindakan mereka. Ya, meskipun
umurku telah menginjak kepala dua, alhamdulillah aku belum pernah
merasakan pacaran. Teman-teman kadang sering meledekku “ X, lu cari deh pacar.
Minta cariin sama si Y,” Aku hanya membalas ucapan mereka dengan senyum kecil.
Tidak munafik bahwa aku kadang merasa iri dengan mereka. Siapa yang tidak
senang bila ada seseorang yang memperhatikan dan memanjakan kita? Tentu semua
ingin. Tapi karenanya kita harus melakukan hal yang sama pula. Tapi pernahkah
terpikir bahwa semua yang kita lakukan untuk pasangan kadang tidak setimpal
dengan apa yang kita lakukan pada orangtua kita? Di hari ulang tahun saja
misalnya, kita sibuk mencari kado untuk pacar kita. Tapi disaat orang tua kita
bertambah usia, kadang kita lupa untuk sekedar memberi ciuman dan ucapan
selamat ulang tahun. Kita terlalu sibuk memperhatikan orang lain sehingga
sering melupakan orang yang selalu menyelimuti kita saat tidur, memberi ciuman
selamat malam, memberikan kita kehidupan, memecahkan masalah kita dan selalu
berusaha membahagiakan kita. Mereka berhak mendapatkan yang setimpal bahkan
lebih atas perbuatan mereka. They are our great parents,Guys! They
deserve it!!
Karenanya aku sangat mendambakan seseorang yang
bisa mengingatkanku untuk berbakti pada kedua orang tuaku, seseorang yang bisa
membimbingku ke arah yang benar, seseorang yang bisa melantunkan ayat-ayat-Mu
dikala aku tertidur, seseorang yang menepuk bahuku agar aku terbangun
bertahajud di sepertiga malam-Mu, seseorang yang bisa memarahiku disaat aku
lalai, seseorang yang bisa menjadi imam terbaikku menuju taqwa kepada-Mu.
Hmm, akhir-akhir ini ada seseorang yang telah
mengetuk hatiku. Aku kagum akan parasnya, tingkahnya dan akhlaknya, insyaallah.
Dia yang mengingatkan kami agar tak melalaikan sholat walau kami sedang sibuk.
Dia yang kulihat terburu-buru menuju mushollah untuk mengejar sholat jamaah.
Bagiku agama nomor satu. Jika seorang pria telah mantap dalam beragama, maka ia
akan senantiasa memuliakan istrinya, orangtuanya dan akan menjaga hablum
minannas-nya. Memang tidak dipungkiri bahwa wajah dan status sosial adalah
yang pertama kali terlihat saat berhadapan dengan pria. Itu wajar, kan?
Mengingat Rasulullah saja menyuruh kita mencari pasangan yang baik agamanya,
keluarganya, kekayaannya dan penampilan fisiknya. Dari
Abu Hurairah – rhadiyallahu anhu – dari Nabi Muhammad SAW, beliau berkata:
“Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena
kedudukannya, karena kecantikannya, (atau) karena agamanya. Pilihlah yang
beragama, maka kau akan beruntung, (jika tidak, semoga kau) menjadi miskin”.
Sekarang
saatnya aku memantaskan diri untuk mendapatkan pria seperti itu. Karena pria
baik berjodoh dengan wanita baik, aku harus menjadi wanita baik buatnya.
Tugasku sekarang adalah memperbaiki diri, mengukir prestasi, berbakti kepada
kedua orang tua dan berusaha agar bisa memantaskan diri untuk bersanding dengannya,
seseorang yang telah Allah ciptakan untukku dan semoga itu dia. Dan jika memang
dia jodohku, maybe someday dia akan
memanggilku “Istriku, engkau ibu bagi anak-anakku,” Insyaallah.
Tulisan ini aku ikutkan dalam lomba divapress #curhatjomblocarijodoh