Senin, 16 Desember 2013

Someday



Hujan. Titik-titik gerimisnya memunculkan harmoni alam nan indah. Entah mengapa aku selalu bersemangat saat hujan datang. Mungkin karena di saat hujan, aku akan bercerita pada rinainya tentang dia. Seseorang yang tiga tahun ini aku kagumi. Maafkan aku Tuhan, aku kadang terlalu memikirkannya hingga lalai akan mencintai-Mu. Karenanya kadang diantara butir-butir hujan, kuselipkan doa tentangnya. Doa yang tak pernah putus aku rengekkan pada Tuhan. Bukankah salah satu waktu yang mujarab untuk terkabulnya doa adalah dikala hujan? Karena diantaranya ada ribuan malaikat yang diturunkan ke bumi. Mungkin saja satu dari ratusan doaku akan diaminkan oleh malaikat. Who knows?
Aku lalu membatin. Mengucapkan doa itu untuk kesekian kali. “Ya Allah, jika dia memang jodohku, mohon segera dekatkanlah. Jika dia bukan jodohku, mohon segera jodohkanlah kami. Amiinn…” Aku kemudian mengakhiri doa itu seraya meletakkan kedua telapak tangan ke wajah bulatku. Amin.
Kubuka kembali buku #UdahPutusinAja yang kupinjam dari perpustakaan Ibnu Sina di kampusku. Buku berlatar merah jambu itu menggelitik hatiku. Bagaimana tidak, satu dan lain hal yang ditulis Felix Siauw dalam buku itu pernah kutemui dalam kehidupan sehari-hari. Pergi berdua bersama sahabat pria yang notabene sudah kuanggap layaknya saudara sendiri salah satunya. Kupikir hal itu adalah lumrah, mengingat aku tak pernah melakukan hal-hal diluar koridor Islam. Nyatanya, berkhalwat seperti itu masih bisa memicu adanya zinah. Masyaallah. Seringkali kulihat pasangan kekasih bergandeng mesra, merangkul di tengah khalayak umum padahal mereka belum mukhrim. Aku kadang mengusap dada dengan tindakan mereka. Ya, meskipun umurku telah menginjak kepala dua, alhamdulillah aku belum pernah merasakan pacaran. Teman-teman kadang sering meledekku “ X, lu cari deh pacar. Minta cariin sama si Y,” Aku hanya membalas ucapan mereka dengan senyum kecil. Tidak munafik bahwa aku kadang merasa iri dengan mereka. Siapa yang tidak senang bila ada seseorang yang memperhatikan dan memanjakan kita? Tentu semua ingin. Tapi karenanya kita harus melakukan hal yang sama pula. Tapi pernahkah terpikir bahwa semua yang kita lakukan untuk pasangan kadang tidak setimpal dengan apa yang kita lakukan pada orangtua kita? Di hari ulang tahun saja misalnya, kita sibuk mencari kado untuk pacar kita. Tapi disaat orang tua kita bertambah usia, kadang kita lupa untuk sekedar memberi ciuman dan ucapan selamat ulang tahun. Kita terlalu sibuk memperhatikan orang lain sehingga sering melupakan orang yang selalu menyelimuti kita saat tidur, memberi ciuman selamat malam, memberikan kita kehidupan, memecahkan masalah kita dan selalu berusaha membahagiakan kita. Mereka berhak mendapatkan yang setimpal bahkan lebih atas perbuatan mereka. They are our great parents,Guys! They deserve it!!
Karenanya aku sangat mendambakan seseorang yang bisa mengingatkanku untuk berbakti pada kedua orang tuaku, seseorang yang bisa membimbingku ke arah yang benar, seseorang yang bisa melantunkan ayat-ayat-Mu dikala aku tertidur, seseorang yang menepuk bahuku agar aku terbangun bertahajud di sepertiga malam-Mu, seseorang yang bisa memarahiku disaat aku lalai, seseorang yang bisa menjadi imam terbaikku menuju taqwa kepada-Mu.
Hmm, akhir-akhir ini ada seseorang yang telah mengetuk hatiku. Aku kagum akan parasnya, tingkahnya dan akhlaknya, insyaallah. Dia yang mengingatkan kami agar tak melalaikan sholat walau kami sedang sibuk. Dia yang kulihat terburu-buru menuju mushollah untuk mengejar sholat jamaah. Bagiku agama nomor satu. Jika seorang pria telah mantap dalam beragama, maka ia akan senantiasa memuliakan istrinya, orangtuanya dan akan menjaga hablum minannas-nya. Memang tidak dipungkiri bahwa wajah dan status sosial adalah yang pertama kali terlihat saat berhadapan dengan pria. Itu wajar, kan? Mengingat Rasulullah saja menyuruh kita mencari pasangan yang baik agamanya, keluarganya, kekayaannya dan penampilan fisiknya. Dari Abu Hurairah – rhadiyallahu anhu – dari Nabi Muhammad SAW, beliau berkata: “Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, (atau) karena agamanya. Pilihlah yang beragama, maka kau akan beruntung, (jika tidak, semoga kau) menjadi miskin”. 
Sekarang saatnya aku memantaskan diri untuk mendapatkan pria seperti itu. Karena pria baik berjodoh dengan wanita baik, aku harus menjadi wanita baik buatnya. Tugasku sekarang adalah memperbaiki diri, mengukir prestasi, berbakti kepada kedua orang tua dan berusaha agar bisa memantaskan diri untuk bersanding dengannya, seseorang yang telah Allah ciptakan untukku dan semoga itu dia. Dan jika memang dia jodohku, maybe someday dia akan memanggilku “Istriku, engkau ibu bagi anak-anakku,” Insyaallah.


Tulisan ini aku ikutkan dalam lomba divapress #curhatjomblocarijodoh