Hai hati yang
berselimut rona jingga! Apa kabarmu? Masihkah di tempatmu terselip satu nama?
Kau tak pernah ingin membuangnya? Atau kau pura-pura membuangnya, tapi jauh
disana kau masih menyimpannya rapat-rapat agar aku lupa menanyakannya padamu?
Ah, sudahlah. Tak penting menanyakan itu padamu. Toh, kau selalu berkelit,
membuat logikaku kebingungan.
Hei, lihat! Disana
ada seseorang yang kita bicarakan dari tadi! Dasar bodoh, kamu pasti langsung
menyuruh jantung ini memompa lebih keras, agar darah ini berdesir cepat!
Membuat pipi gembulku dipenuhi aliran darah! Kamu jahat! Sekarang kamu malah
memerintahkan kelenjar keringatku berproduksi, membuatku dibanjiri peluh. Hei,
dia mendekat! Hati, jangan gegabah dulu! Aku ingin dia melihatku sebagai sosok
yang tenang, tapi kenapa kau malah membuatnya berpikir aku sangat salah
tingkah?
“Hai, Qadita?”
tegurnya seraya melemparkan senyum singkat.
“Hmm,
ha..ii... Jo..” suaraku bergetar, efek penetralisiran detak jantung yang
melesat tak karuan. Sial!