Jumat, 28 Desember 2012

GA YaAllahBeriAkuKekuatan, Aida MA



 Assalamualaikum, berhubung ada giveaway dari mbak Aida, saya iseng-iseng buat sekilas cerita dari orang di sekitar saya. Semoga bisa bermanfaat :)

Azizha masih mengerjap tak percaya. Meski undangan pernikahan itu telah digenggamnya, bahkan dibacanya berulang kali seolah tak percaya kalimat perkalimatnya, ia masih saja bergeming; tak mau mengindahkan logika yang sedari tadi menuntutnya tersadar. Masih terbesit di benaknya bahwa ini tak lain hanyalah mimpi buruk belaka. Omong kosong. Tak mungkin.Nanti kan ada seseorang yang akan membangunkannya dari mimpi buruk ini; pikirnya. Siapa? Lelaki yang namanya tercantum di undangan itu? Ia tertawa hambar. Kenyataan memang kenyataan, hingga tanpa disadari air mata menetes meski tatapan nanar itu masih merundung di wajah mungilnya.
Percakapan di tengah rinai hujan minggu kemarin itu kembali mengisi lamunan Zizha. Ia dan lelaki itu, sangat menikmati setiap obrolan yang tercipta hingga laki-laki itu mengeluarkan kertas berisi kabar duka yang kini digenggamnya.
“Kamu tahu aku masih mencintaimu.” Zizha menghela napas panjang. Setelah lima tahun mereka melewati hari-hari bersama, setelah yakin semuanya akan berakhir dengan indah, setelah berimajinasi nama mereka akan disatukan dalam sebuah kertas berpita, harapan itu lalu tersedot masuk jauh ke lubang hitam; membuat hati yang berbunga-bunga itu keriput layu.
“Maafkan aku,Zha. Pernikahan ini tak pernah aku rencanakan.”
“Kau hanya merencanakan untuk menghancurkan hatiku,kan?” Zizha tertawa getir. Air mata itu  tak tahan bertahan lama dalam kantungnya. Ia keluar tanpa diinstruksikan lagi oleh Zizha.Isakan tangis mulai terdengar dari bibir mungilnya.
“Demi Allah, Zha! Kau tahu bagaimana hatiku,kan?”
“Hati yang kini menyelingkuhi cintaku? Apa yang mesti aku tahu dari itu?”
“Kau tahu itu cuma milikmu. Tak mungkin aku rela memberinya pada wanita lain.”
“Mungkin iya. Tapi toh nyatanya kau memberikan hidupmu pada wanita lain. Apa itu dua hal yang berbeda?” ujarnya sarkastik.
“Tolong dengarkan aku,Zha. Aku tahu kamu pantas membenciku. “
“Bagus kalau kamu sadar.”
“Tolong jangan sudutkan aku seperti ini. Aku juga tak menginginkan kenyataan ini, Zha. Keadaan yang memaksaku begini. Tolong mengertilah.”
“Aku mengerti . Aku mengerti sekarang bahwa kita memang hanya akan selalu jadi dua garis sejajar yang tak pernah bersimpangan. Apa itu karena cacatku?”
“Aku tak pernah memikirkan hal itu. Tapi orang tuaku terlalu teliti dalam hal ini. Aku tak bisa mempertahankan argumenku di hadapan mereka.”
“Kau hanya ragu memilihku.”
Wallahi... aku tak pernah...”
“Jangan pernah bawa nama Allah dalam ucapanmu. Kau tahu setiap yang keluar dari bibirmu itu akan dipertanggung jawabkan kelak.”
“Apa aku harus kawin lari denganmu agar kamu percaya?”
“Tak perlu. Dengan ini saja aku tahu Allah tak menjodohkan kita dalam pernikahan.”
“Maafkan aku.”
“Tak perlu, aku tahu ini mungkin yang terbaik bagi kita. Selamat tinggal. Semoga kamu bisa membina rumah tangga yang sakinah bersamanya.”
Bahu Azizha lalu disentuh oleh seseorang. Ia tersentak dari lamunannya.
“ Berhentilah menyakiti dirimu sendiri. Aku tahu kamu wanita yang kuat, adikku!”
“Iya, kak. ”
“Bersyukurlah dia bukan jodohmu. Setidaknya kamu tak perlu tersakiti lebih lama lagi ketika menikah, karena orang disekitarnya masih tak tulus menerima keadaanmu.”
“Aku sadar Allah akan memberikan segala yang terbaik bagi orang-orang  yang bertawakal atas takdirnya. Aku percaya.” dalam hati ia berbisik " Ya Allah beri aku kekuatan." 

"Ada kalanya kebahagiaan itu masih kelabu di matamu, namun itu terukir jelas dalam lauh mahfudzh. Jangan menyalahkan keadaan hanya karena keinginanmu tak sesuai dengan apa yang tercantum dalam kitab Allah. Kuatlah dan bersukurlah."