Kamis, 27 September 2012

Pour Toi, Senandung Sunyi di Akhir Kisah


Aku adalah penggemar rahasiamu. Setiap jengkal langkahmu pasti teramati oleh sepasang bola mataku ini. Aku memang menyukaimu sejak lama. Aku bahkan hapal apa yang kau suka dan semua yang kau benci, kemana kau menghabiskan waktumu, dengan siapa kau pergi, dan kepada siapa cintamu berlabuh. Meski semua orang mencemooh tingkahmu, aku masih setia memujamu. Aku tak peduli apapun yang orang katakan tentangmu. Bagiku semua manusia itu pasti punya ketidaksempurnaan dan aku selalu bisa memakluminya. Dan ketika cinta itu mengatakan “iya” pada hatimu ke arahku, aku hanya bisa tersenyum puas dan berkata “ ini memang yang ku impikan”. Dan kau tentu tidak tahu, sudah sejak lama aku menginginkan posisi ni, menjadi seseorang  penting di hidupmu. Ku pikir, kau lah segala yang ku inginkan dalam hidup,awalnya...
            “Hei ngapain senyum-senyum sendiri?” Rey masih tenggelam dalam lamunannya. Pertanyaan Nasha tak digubrisnya sama sekali.
“Hey boy... kenapa nggak dimakan steiknya?” Nasha kembali melontarkan pertanyaan pada lelaki di hadapannya. Nasha lalu menjentikkan jemarinya ke depan wajah Rey. Spontan Rey tersadar dari lamunanannya. Entah sudah berapa lama ia tak menggubris ucapan Nasha. Rey segera mengalihkan pandangannya pada Nasha, dan tersenyum “Ohh,nggak apa-apa...hehehehe jadi gimana...?” katanya,seolah menyimak apa yang dibicarakan gadis itu.
            “Gimana apanya? Dasar cowok aneh!!” Nasha mengejek Rey. Tanpa disadari tatapan mereka bertemu.Nasha kembali bisa merasakan kesejukan mata biru itu. Sesaat dia terhanyut dalam tatapan itu.
            Rey kembali menyunggingkan senyumnya lalu mengusap lembut puncak kepala Nasha. Di dalam hatinya tadi sedang memikirkan rencana yang akan dilakukannya nanti sehabis makan malam. Memikirkan hal itu membuat Rey tersenyum sendiri. Pada saat bersamaan, ada debaran aneh yang dirasakan  Nasha saat tangan besar Rey menyentuh kepalanya. Rasa hangat menjalari tubuhnya. Ia terhanyut dalam rasa itu. Sesaat dia mencoba mengendalikan perasaannya . “ Udah,abisin steik kamu tuh...ini enak banget loh....” ucap Nasha sambil melahap steiknya sendiri,mengurangi rasa gugup yang tercipta tadi.
            “Boleh aku ngomong sesuatu sama kamu? “ kata Rey ragu. Dia heran mengapa dia bisa gugup di hadapan wanita. Padahal sebelum-sebelumnya, malah wanita yang gugup berhadapan dengannya.
            “Ini kamu lagi ngomong sama aku... ngomong apaan sih sok serius gitu?” jawab Nasha asal. Dia tahu Rey akan menembaknya. Gelagat lelaki itu terlalu bisa dibaca bahkan oleh gadis lugu sepertinya. Tapi Nasha pura-pura tidak tahu,sengaja membiarkan Rey menjalankan perannya.
            “Sha, mungkin ini terlalu klise. Tapi aku bener-bener suka sama kamu dan aku mau kamu jadi pacarku. Will you be mine?” Nasha masih membeku dalam pikirannya sendiri. Rey membaca keraguan dari raut wajah Nasha. Ia kemudian menarik napas yang dalam dan melanjutkan kalimatnya “ Yah..aku tahu aku nggak bisa menjadi seseorang yang sempurna buat kamu, aku nggak bisa jadi seseorang yang satu-satunya kamu pikirkan, bahkan aku nggak bisa jadi seseorang yang kamu impikan tapi aku berjanji aku akan selalu mencintaimu, aku akan selalu berusaha disampingmu saat kau butuh shoulder to cry on, aku akan berusaha membuatmu bahagia,apapun caranya....”
            Kalimat terakhir yang membuat Nasha yakin menerima perasaan Rey tanpa ragu sedikitpun ” I love you and i’ll always do...” Bisik Rey perlahan lalu ia menempelkan bibirnya tepat di kening Nasha. Nasha lalu mendorong Rey perlahan sehingga memberi jarak diantara mereka berdua, membuat Rey bingung, tapi akhirnya ia bahagia karena Nasha tanpa ragu mengecup pipinya dan itu adalah jawaban “IYA” menurut Rey.
Aku bisa merasakannya. Getaran lembut kala pandangan kita bertemu. Kupu-kupu yang menari di perut. Senyum yang tiada henti bergulir saat memikirkanmu. Itu semua tanda orang  jatuh cinta, kan? Aku tahu dan aku rasa.
***
 Tapi aku terlalu takut membayangkannya. Aku terlalu lemah untuk berjudi dengan perasaan lagi. Aku sudah lelah tersakiti. Hingga aku memutuskan melepas bayangmu sesulit apapun itu. Meski ku tahu tak ada yang bisa menjamin apakah aku bisa bahagia tanpamu.
“Jadi kamu udah jadian ama Rey?” ucap Aini setengah menjerit.
“Ssttt... jangan teriak-teriak gitu dong,malu nih aku! Iya..dia semalem nembak dan kami jadian deh....” Nasha senyum-senyum sendiri.
Aini menggelengkan kepala.Dia tahu sobatnya sudah lama menyukai Rey. Ia tidak melarang rasa itu tumbuh. Tapi ia hanya takut Nasha terluka karena sikap Rey. Rey terkenal playboy di sekolah dan Aini takut Nasha akan memperpanjang deretan korban ke-playboy-an Rey. Makanya ia menyuruh Nasha agar menjaga jarak dengan Rey. Namun jika cinta sudah memilih orangnya, apa mau dikata?  “ Sha, bukannya aku nggak seneng sama hubungan kamu dan Rey. Kamu kan tau reputasi Roy itu kayak apa. Aku takut kamu cuma korban egonya Rey aja....”
“Tapi, Aini.. dia bener-bener baik ke aku. Aku bisa ngeliat ketulusan dia dari sorot matanya. Dan kalo orang yang kamu suka itu ternyata cinta sama kamu, kenapa mesti ditolak sih?” Nasha memberikan pembelaan.
“Aku kayak gini buat kepentingan kamu juga, Sha. Aku sayang kamu. Aku nggak mau kamu terluka gara-gara dia, itu aja. So, selama kamu pikir dia cowok baik-baik, aku jadi orang yang pertama ngedukung hubungan kalian berdua....”
“Makasih Aini.. kamu emang sobatku yang paling ngertiin aku..muachhh” Nasha mengecup pipi Aini lalu berlari menjauhi Aini. “Ehh...aku sayang kamu tapi aku masih normal tau!” teriak Aini sambil berusaha mengejar bayang Nasha.
Di rumah , kamar Nasha.
            Nasha kembali memikirkan perkataan Aini. Kalimat itu selalu terngiang-ngiang  di telinganya. “ Sha, bukannya aku nggak seneng sama hubungan Kamu dan Rey. Kamu kan tau reputasi Roy itu kayak apa.Aku takut Kamu cuma korban egonya Rey aja....” Dia memang sudah menyadari reputasi Rey yang tersohor itu. Namun ia takkan bisa membohongi hatinya jika ia tengah jatuh cinta pada Rey dan sekeras apapun dia berusaha menjauhkan diri dari Rey, rasa itu semakin kuat bercokol di hati dan pikirannya. Akhirnya ia berhenti bertahan, mengalah pada ego dan perasaan dan menerima Rey menjadi kekasihnya. Ia pikir apa salahnya jika ia membuka hati untuk Rey setidaknya memberikan Rey kesempatan untuk berusaha membahagiakannya.
            Nasha kemudian menghidupkan Laptop dan mulai mengetik tugas sekolahnya. Setelah selesai mengetik tugas sebanyak 10 halaman itu, Nasha iseng-iseng  membuka twitter dan menelusuri account Rey. Dia tak terlalu terkejut mendapati puluhan mention dari cewek-cewek di sekolahnya pada Rey jika cowok keren itu belum jadi miliknya. Sekedar “say hi” atau malah membalas setiap twit yang ditulis oleh Rey itu tak masalah sebenarnya. Namun kali ini berbeda. Rey miliknya secara de facto ataupun de jure. Ada rasa cemburu yang menyeruak saat memandangi satu persatu mention mereka. Dan satu mention dari Keisha, mampu membuat nyeri di hati kian menyakiti. Membuat api cemburu dengan cepat membakar habis kesadarannya.
Belum say.... jomblo nih, mau :*? RT @K_chya udah punya cewe belum sih gantenggku? @Rey_William
          Nasha mematikan laptopnya asal dan kemudian menghubungi ponsel Rey, meminta penjelasan. Terdengar bunyi nada tunggu 3 kali dan seseorang mengangkat telepon Nasha.
            “Halo, ini siapa? Mau ngomong sama Rey? “ Ucap seorang di seberang sana yang dideteksi oleh gendang telinga Nasha adalah suara seorang cewek.Nasha tak sanggup berkata-kata dan mematikan ponselnya cepat. Dia tak meyangka ada dua fakta mengerikan yang selalu ditakutkan olehnya menerjangnya sekaligus malam ini yang membuatnya yakin-Rey mendua.
Di sekolah.
            Nasha mencari keberadaan Rey. Dia harus meminta penjelasan langsung dari mulut laki-laki itu. Tempat pertama adalah kelas Rey, namun disana tak nampak kehadiran laki-laki itu. Tasnya belum ada.
            “ Kak, Rey udah dateng belom ya? “ tanyanya pada seorang siswa yang ada disana.
            “ Dia udah dateng, tapi belom masuk kelas. Coba lo cek di kantin....” saran siswa itu padanya.
            “Oke kak makasih ya..” Nasha pun bergegas menuju kantin. Tapi yang dicari ternyata tidak ada. Setengah kecewa, dia berbalik badan, meninggalkan kantin menuju kelasnya. Tak jauh dari kantin ia menangkap sesosok yang dicarinya.Yupzz, Rey! Cowok itu tengah mencium seorang cewek yang tak lain adalah Keisha! Dada Nasha bergemuruh. Darahnya mendidih sampai ubun-ubun melihat pemandangan itu...tidak salah lagi Rey sedang berselingkuh!! Ia menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengurangi sedikit gelegak amarahnya dan perlahan tapi pasti mendatangi Rey.
            “Jadi gini kelakuan kamu dibelakang aku! Bagus... siapa lagi cewek yang jadi korban Kamu?”
            “Masalah buat lo? Kalo lo nggak suka ya udah kita putus, nggak rugi buat gue ngelepasin lo..” kata Rey tanpa nada bersalah.
            Nasha sangat terpukul.Seharusnya dia percaya ucapan Renatha, bahwa Rey memang cowok busuk! Seharusnya Nasha percaya. Isak tangisnya tanpa sadar muncul. Ia melupakan etika. Amarah yang sedari tadi berusaha ditekan, meluncur begitu saja dan tamparan adalah manifestasinya.
            Plak!!
            Nasha menampar Rey keras. Rey tak menyangka Nasha bisa melakukan ini padanya.         “Mulai sekarang kita putus!!! “ ucap Nasha terakhir kali. Dan Nasha ingin sekali pulang, menangis sepuasnya di kamar. Nasha pun memacu mobilnya kencang menuju rumah.
            Nasha menangisi pilihannya. Keputusan untuk berjudi dengan perasaan membuatnya terpuruk. Dia sakit dan patah hati. Entah bagaimana mendeskripksikannya. Rasa itu terlalu sakit untuk dirasa bahkan untuk dikenang. Seseorang yang dia harapkan bisa membuatnya bahagia justru membuat hatinya hancur. Bagaimana bisa dia menjanjikan cinta jika hanya bisa menggombalkan omongan belaka? Nasha merasa tertipu akan sosok Rey yang menurutnya berubah. Air mata menggenangi pelupuk matanya. Ia menangis hingga ia pun terlelap tidur dengan mata yang masih basah karena dibanjiri tangis oleh sosok Rey.
***
Dan rasa itu muncul lagi. Rasa sesak memikirkanmu. Rasa sesak merindukanmu. Rasa sesak mencintaimu.Aku benci rasa itu sama seperti aku benci dirimu. Aku sudah muak dengan segala rasa sesak itu. Aku akui aku mencintaimu-mungkin menggilaimu. Rasa itu kian terpupuk setiap harinya saat pandangan kita beradu, saat bibir kita berbicara, saat senyummu menuju ke arahku. Tapi haruskah ku bertahan mencintaimu sekeras mungkin meski objek yang ku tuju takkan pernah melunak? Atau aku harus berhenti menggantung asa dan mulai menaruhnya di belahan langit lain? Haruskah? Sungguh, jika itu harus mungkin itu takkan pernah terjadi.
“Jadi kamu udah putus ama Rey?” ucap Aini setengah menjerit. Lagi-lagi ekspresi yang sama. Kali ini bukan Aini yang menggeleng, tapi Nasha.
“ Kok kamu seneng banget kalo aku sedih dan udah putus sama Rey?” Tanya Nasha sewot. Bukannya nasehat agar dia bisa nerima cowok itu lagi, ini malah sorak gembira yang muncul dari Aini.
“Yeyy..bukannya aku seneng liat kamu sedih, tapi aku seneng liat kamu putus sama Rey...udahlah Sha, cowok kayak gitu jangan ditangisin, rugi air mata kamu yang berharga itu kalo cuma dibuang-buang buat dia...” Aini tiba-tiba serius.
“Tapi aku masih sayang sama dia, Ni. Aku kangen pas dia meluk aku. Aku kangen pas dia nyanyiin lagu buat aku. Aku kangen dia ngirimin kata-kata romantis ke hapeku. Aku kangen dia, Ni.”
“ Jadi kamu ngerasa nyesel setelah mutusin dia,meski dia udah selingkuh di belakang kamu? please deh , Sha. Kamu kan udah liat tingkah asli si playboy kelas teri itu. Mestinya kamu bersyukur udah putus dari dia. Kamu bisa dapet yang lebih baik daripada dia.” Nasehat Aini membanjiri otak Nasha.
“Bukan gitu..tapi kamu tau kan kalo aku cinta banget sama Rey? Dan kamu tau aku sangat sulit ngelupain seseorang yang aku sayang, aku takut kalo aku bakal nyesel udah mutusin dia...”
“Sikap kamu udah bener kok dan aku yakin kamu nggak bakal nyesel mutusin dia. Percaya deh ama aku....” Aini memeluk Nasha erat, mencoba meringankan sedikit beban di hati Nasha.
Move on dong girl! Jangan galau mulu deh.....yuk kita ke kantin aja daripada bergalau ria disini” ajak Aini padanya. Mereka pun melenggang ke kantin,sejenak melepas penat.
Ternyata kantin sudah penuh dijejali siswa-siswi yang lagi makan atau sekedar ngobrol-ngobrol. Diantaranya tampak sosok yang saat ini tidak maua ditemui Nasha, Rey dan Keisha. Keakraban yang terjalin diantara mereka membuat Nasha muak. Kaki yang tadinya mau menuju kantin, refleks mengikuti amarahnya, menjauh dari pandangan itu. Nasha masih sakit hati melihat Rey bermesraan dengan wanita lain. Apakah ia masih cinta pada sosok Rey? Apakah kemarahan ini adalah wujud dari rasa cemburunya? Nasha ingin mengelak, tapi suaranya terlalu bergetar untuk mengatakan tidak pada hatinya sendiri.
“Kamu liat kan Nasha tadi mau kesini? Kenapa sih Rey kamu mau nyakitin hati dia? Mau sampai kapan kamu mau nutupin penyakit kamu ke dia? Apa kamu emang sengaja ngelakuin ini semua biar Nasha benci sama kamu?” Keisha memandang kepergian Nasha.
Rey memang melihat Nasha tengah ke kantin. Sengaja ia merangkul Keisha agar membuat Nasha tambah membencinya. Sebenarnya hatinya sakit melihat tangis Nasha yang tak juga mengering, namun ia harus melakukan itu. Ia tak mau membuat Nasha sedih memikirkan kepergiaannya. Ia ingin Nasha bisa melupakannya.
“ Aku nggak mau dia tahu penyakit aku, dan kamu harus ngerahasiain hal ini , oke?” ucap Rey tertahan.
“ Kamu hari ini jadi check up kan? Mau aku temenin?”
“Nggak, aku bisa sendiri...”
Di Rumah Sakit
            “Kanker otak yang anak anda alami sudah bermetastasis secara limfogen dan hematogen ke hampir seluruh tubuhnya. Untuk memperlambat proses penyebaran ini , anak anda harus di kemoterapi, hanya itu yang bisa saya usahakan sejauh ini. Meski hal itu pun tak banyak membantu untuk pemulihan kesehatannya, tapi itu cukup membuatnya  bisa bertahan lebih lama...”
            “ Berapa lama lagi anak saya bisa bertahan, Dok?”
            “Menurut perhitungan medis, kemungkinan dia hidup hanya tinggal 1-3 bulan lagi. Tapi segalanya hanya Tuhan lah yang mengatur takdirnya. Kami selaku petugas medis hanya bisa mengusahakan yang terbaik untuknya”
            “ Lakukan yang terbaik, Dok! Kami sepenuhnya berharap pada kemampuan Dokter”
***
            “Rey , sampai kapan kamu mau nyembunyiin ini semua sama Nasha? Aku mau kamu jujur ama dia tentang penyakit ini!” pinta Keisha.
            “ Aku nggak mau dia ngeliat penderitaanku. Cukup aku yang rasa, dia nggak perlu rasa. Aku nggak mau buat dia sedih.”
            “ Tapi aku nggak mau dia seneng-seneng di saat kamu lagi berjuang ngelawan penyakit ini. Dan kamu tahu nggak? Kabarnya Nasha sekarang lagi deket sama Gilang. Dan kata anak-anak sih Gilang udah ngajak Nasha jadian.”
            “ Baguslah, setidaknya dia udah ngelupain aku. Aku nggak mau dia masih inget tentang aku saat aku harus pergi. Dan menemukan orang yang tepat di saat seperti ini adalah hal terpenting...”
            “ Kamu nggak sakit hati?”
“ Aku emang cinta ama dia. Tapi aku sadar aku nggak bisa lebih lama lagi nemenin dia. Sudah waktunya dia milih orang yang bisa ngejaga dia lebih lama lagi. Dan aku tahu nggak akan ada kata kehilangan buat cinta. Cintaku memang nggak pernah mati buat dia. Meski Aku udah berada di surga sana, aku berharap masih bisa inget cinta yang ku punya sama dia. Dia adalah cewek pertama yang bener-bener buat aku ngerasa jatuh cinta dan aku nggak mau buat dia bersedih.....”   
“ Dan buat aku nggak ada sakit hati selama bisa ngeliat dia bisa tersenyum dengan atau tanpa aku. Yang terpenting adalah bagaimana membuat dia selalu bahagia meski aku harus rela ngelepas dia pergi ke pelukan cowok lain.”
Keisha menggeleng. Air mata jatuh tanpa sadar di pipinya. Dia begitu takjub mendengar pernyataan Rey. Ternyata Nasha sudah mengubah perangai buruk Rey yang suka gonta-ganti cewek. Dan Keisha tahu Rey begitu dalam mencintai Nasha, dengan melihat sorot matanya yang bersinar saat mendengar nama Nasha disebut. Keisha tidak mau berdiam diri lebih lama lagi. Ia kemudian permisi pamit pulang ke Rey dan memacu mobilnya menuju rumah Nasha. Dia ingin cewek itu tahu kondisi Rey dan tidak berburuk sangka sama Rey lagi.
Nasha baru saja pulang ketika melihat Keisha ada di depan rumahnya.
“ Sha, gue mesti ngomong sama lo”
“Nggak ada yang perlu diomongin, semua udah selesai dan silahkan lo angkat kaki dari rumah gue”
“ Ini masalah Rey” kata Keisha.
“ Gue nggak ada waktu buat ngomongin dia. Jadi, gue minta lo pulang atau gue panggilin satpam buat ngusir lo!”
“Sha, lo nggak bisa begitu”
“Apa maksud lo?”
“ Waktu itu Rey cuma butuh waktu buat sendiri....”
“ Alah, nggak usah banyak alesan deh lo, gue tau lo suka sama dia dan lo selama ini ngejer-ngejer dia, jadi gue nggak akan percaya bacot lo yang basi itu...”
“ Gue emang suka sama dia! Puas lo! Tapi gue nahan perasaan gue pas tahu dia ternyata cinta mati sama lo! Dan asal lo tau aja! Rey itu kena KANKER OTAK!!!!!” teriak Keisha saking kesalnya melihat tingkah Nasha yang nyolot. Dia meninggalkan rumah Nasha tanpa permisi lagi. Dia tak tahu harus bicara apa lagi agar Nasha percaya omongannya.
Nasha mendengar dengan jelas kata-kata itu, tetapi dia lebih memilih memberi kesan tidak peduli. Nasha melanjutkan langkahnya menuju ke dalam rumah dan membanting pintu rumahnya.
Malam harinya Nasha tak bisa tidur. Pikirannya melayang-layang pada kejadian sore tadi. “Dan asal lo tau aja! Rey itu kena KANKER OTAK!!!!!” kata-kata itu selalu terngiang di telinganya. Dia tidak percaya bahwa Rey menderita kanker otak. Apa ini cuma rencana busuk Rey buat menjebaknya lagi? Tapi sepertinya tak mungkin.
“Arghhhhh kenapa ini mesti terjadi ama gue!!!!”
Nasha memutuskan untuk melihat Rey. Dia harus tahu kebenaran ucapan Keisha. Keisha memacu mobilnya menuju rumah sakit.
***
Dan aku paham.Hati takkan bisa dibohongi lagi. Hanya dirimulah yang aku mau dalam hidupku.Dan ku putuskan akan selalu mencintaimu meski aku tahu tak ada satupun yang bisa menamin apakah aku akan bahagia dengan keputusan ini.Karena cuma kamulah satu-satunya yang ku rindukan jika aku hanya sendiri di dunia ini.Aku sadar kamulah yang harusnya ada di sisi.
Kamar 294.Rey William. Nasha menanyakan kamar Rey pada seorang suster yang sedang berjaga. Setelah tiba di depan pintu kamar Rey, ada rasa ragu yang muncul di benaknya. Nasha takut melihatnya.
Krek.
Semua orang di kamar itu menoleh ke arah Nasha. Rey berbaring disana ditemani orang tua dan Keisha.
“Rey?” Nasha memanggilnya lemah. Tenggorokannya tercekat.Rasa ragu yang tadinya muncul  segera lenyap begitu matanya menangkap sosok yang selama ini dirindukannya, Rey tengah terbaring lemah di ranjang putih itu.
Ya Tuhan, itu Rey.
 “ Kamu lagi nggak bercanda kan, Rey?”
            Rey berusaha melepaskan alat bantu napasnya. “Nasha....” panggil Rey hampir tak terdengar. Tak terasa bulir air mata jatuh di pipinya.  “Kenapa lo jadi gini sih Rey?”
            “ Gue udah tahu semuanya dari Keisha. Demi Tuhan, kenapa lo ngelakuin semua ini Rey. Gue merasa bersalah ama lo. Gue nggak mau kehilangan lo. Gue sadar ternyata gue masih cinta ama lo”
            “ Tapi gue nggak punya banyak waktu lagi, Sha”
            “Kenapa lo nyerah,Rey? Gue nggak kenal sosok lo yang gampang nyerah. Lo bilang ke gue kalo nggak ada kata putus asa dan menyerah dalam kamus lo. Tapi kenapa lo nyerah dengan penyakit lo!”
            “I’m soo....”
            “Sssssttttt....” Nasha meletakkan telunjuknya di bibir Rey. “ Lo nggak usah ngomong apa-apa , you just have to hear it, okey?” kata Nasha seraya memasangkan kembali masker oksigen yang tadi dilepaskan Rey.
            “Rey...” Nasha memulai bicara. Tangan kecilnya menggenggam tangan Rey erat.” Maaf...”suaranya bergetar.” Kalo gue tau keadaan lo, gue nggak pernah ninggalin lo sedetik pun”
            “Gue tahu reputasi lo, tapi gue sadar lo udah berubah. Gue emang dari dulu jatuh cinta sama lo dan saat lo nembak gue, gue seneng banget dan ngerasa mimpi gue terwujud.”
            Rey melepaskan kembali masker oksigennya dan mulai mengatakan semua hal yang ingin dikatakannya karena takut tak sempat mengucapnya lagi.
“ Gue minta maaf. Gue cuma mau lo tahu bahwa cinta gue bener-bener tulus sama lo dan gue berterima kasih sama lo karena masih mau baik sama gue bahkan setelah gue nyakitin lo”
              Lo nggak perlu minta maaf. Gue ngerti kenapa lo ngelakuin ini dan percayalah gue akan selalu berusaha kuat dan nemenin lo dalam kondisi apapun. Gue sayang lo” Nasha memberi jeda diantara kalimatnya“ Rey, boleh gue  minta satu hal dari lo?”
            “Apa, Sha? Lo bilang aja ke gue dan sebisa mungkin gue tepatin”
            “Gue mau kita balikan.....”
            “Sha, but it’s too late......”
            “Nggak ada kata telat dalam kamus gue. Yang penting lo bersedia kan...?”
Sure, i’ll do.  Dan lo tahu gue kenapa gue bisa bertahan sampe sekarang? Karena gue punya lo yang udah buat gue bener-bener ngerasa jatuh cinta, memiliki, cemburu, dan melakukan apapun buat seseorang yang gue cintai. Lo cinta terakhir gue...” Rey berhenti bicara lalu sejurus kemudian dia mengucapkan kata-kata terakhirnya “ Lo harus bahagia, dengan atau tanpa gue..”
            Nasha mengecup bibir Rey perlahan, seolah ciuman itu menyakitkan buat Rey.Rey lalu membalas ciuman Nasha. Ia memagut bibir Nasha dengan lemah. Rey mengalungkan lengannya ke leher Nasha.Ciuman itu berakhir saat echocardiograph berbunyi monoton panjang dan bibir Rey mulai mendingin. Malaikat Izrail telah menyelesaikan tugasnya hari ini.
Namun aku terlambat. Kau sudah jauh pergi,ke dunia barumu tanpa mengucapkan selamat tinggal. Aku takkan bisa meraihmu lagi.Menangis tiada guna lagi. Menyesal sudah pasti. Aku terlalu bodoh karena aku membiarkanmu pergi tanpa alasan. Jika inilah takdir kita-mencinta dalam duka- kuatkanlah hatiku menerimanya. Aku terlalu rapuh tanpamu. Aku selalu bisa kuat oleh karena rasa sakit yang kau ciptakan. Bisakah kau temani ku semalam saja, agar aku bisa mengucapkan selaat tinggal di hadapmu tanpa ada tetesan air mata? Dan aku mengingkari janjiku di hadapmu – aku mengucapkan selamat tinggal ditemani derai air mata.Itu semua salahmu-kau tahu itu.Dan kau tahu satu hal lagi? Aku patah hati-dua kali.
***
            “Sebelum dia pergi, dia nulis ini buat lo.” Keisha mengulurkan selembar kertas. “Dan dia bilang ke gue kalo lo mesti bahagia, karena kesedihan lo adalah air mata buat dia.”
            Nasha menjulurkan tangannya, meraih kertas itu dan mulai membacanya.
             My lovely Nasha..
            Aku tahu ketika kamu membaca ini, aku sudah pergi ke surga dan takkan bisa menemani kamu lagi. Seuntai maaf mungkin takkan bisa memperbaiki semua salah dan khilafku selama ini. Aku merasa sangat beruntung karena sempat memilikimu dan menjadikanmu cinta terakhir dalam hidupku, meski aku nggak bisa buat kamu bahagia.  
            Kamu percaya bahwa setiap orang pasti bisa berubah, dan kamu berikan kesempatan itu buatku. Kamu tulus mencintai meski aku cuma bisa melukai. Aku bahagia memilikimu. Tapi waktu yang dulunya menautkan hati kita, kini tak merelakan kita bersama lebih lama lagi. Takdir terlalu kejam pada kita hingga akhirnya kita harus mengucap kata pisah.
            Dan ketahuilah, darimu aku belajar mencintai dan dicintai. Karenamu aku merasa bahagia, cemburu dan memiliki. Tanpamu aku merasa hancur, rapuh dan tak berdaya. Untukmu aku selalu tersenyum dan berusaha membuat wajahmu menggulirkan senyum.
            Kamu adalah hal terindah yang pernah ku miliki dan jika tiba saatnya nanti harus ku lepaskan. Aku ingin waktu berhenti berputar dan membawa kita dalam keabadian. Tapi itu mustahil. Aku hanya berharap ketika waktunya kamu menemui Tuhan, jangan lupakan aku karena aku juga selalu mengingatmu dan selalu menyimpanmu dalam ruang spesial di hatiku.Jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu merangkai kepingan rindu dan mengirimkannya langsung ke alamat hatimu. Dan kau harus tahu, tak ada lagi pemilik hati ini, kecuali kamu.
            Dan ingatlah, berbahagialah dengan atau tanpa aku.
            Dari  kekasih yang sebetulnya tak pantas dipanggil kekasih,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar